EN / ID
About Supra

Tren Penurunan Muka Tanah dan Risiko Struktural di Kota Semarang

Category: Air
Date: Aug 10th 2025
Tren Penurunan Muka Tanah dan Risiko Struktural di Kota Semarang

Semarang, kota pesisir di pantai utara Jawa Tengah, mencatat penurunan muka tanah yang konsisten selama dua dekade terakhir, dengan laju di beberapa wilayah melebihi 10 sentimeter per tahun menurut kajian Deltares dan Badan Informasi Geospasial. Fenomena ini dipicu oleh kombinasi pengambilan air tanah berlebih, ekspansi perkotaan yang cepat, dan keterbatasan infrastruktur air permukaan. Dampak kumulatif terlihat pada penurunan tanah di kawasan industri maupun permukiman, yang menimbulkan banjir berulang, kerusakan bangunan, serta tekanan jangka panjang terhadap layanan kota.

Pengambilan air tanah menjadi faktor dominan, dengan akuifer dangkal maupun dalam mengalami penurunan yang terus menerus. Laporan LIPI dan sejumlah universitas lokal menunjukkan penurunan muka air tanah hingga beberapa meter di kawasan pesisir dengan konsentrasi permintaan industri dan rumah tangga yang tinggi. Penurunan tekanan akuifer mempercepat laju subsiden di wilayah seperti Pelabuhan Tanjung Mas, Genuk, dan Pedurungan, menciptakan perbedaan elevasi tanah yang memperumit sistem drainase. Tren ini sejalan dengan temuan di kota pesisir Indonesia lain, namun konsentrasi aktivitas industri dan infrastruktur pelabuhan membuat Semarang memiliki eksposur risiko ekonomi yang lebih tinggi.

Faktor sekunder termasuk proyek reklamasi, peningkatan beban bangunan, serta keterbatasan kapasitas jaringan air permukaan. Sistem kota yang ada tidak mampu mengikuti peningkatan permintaan, sehingga industri dan rumah tangga tetap bergantung pada sumur pribadi. Pemodelan oleh ITB dan tim pemerintah menunjukkan bahwa tanpa intervensi, penurunan tanah akan berlanjut pada laju saat ini dan bergerak lebih jauh ke daratan, memengaruhi lebih dari 30 persen area kota pada 2035. Interaksi antara subsiden dan kenaikan muka air laut memperbesar risiko, dengan kejadian rob yang semakin sering dan parah, sehingga memerlukan investasi berulang pada sistem pertahanan sementara.

Respons pemerintah berfokus pada regulasi dan proyek infrastruktur. Kementerian Pekerjaan Umum telah mengeluarkan pengendalian izin pengambilan air tanah serta mendorong pembangunan sumur resapan sesuai Peraturan No. 3/2024. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mendukung proyek tanggul laut Semarang, sebuah inisiatif multi-tahun untuk memberi perlindungan sementara bagi kawasan pesisir. Namun, penegakan aturan masih lemah, dan praktik pengeboran sumur ilegal tetap menghambat upaya menstabilkan akuifer. Dokumen rencana jangka panjang menekankan perlunya jaringan suplai air terintegrasi guna mengurangi ketergantungan pada air tanah, meskipun implementasi menghadapi keterbatasan pendanaan dan koordinasi antar lembaga pusat dan daerah.

Arah perkembangan menunjukkan bahwa subsiden akan tetap menjadi risiko struktural bagi ekonomi dan populasi Semarang. Operasi pelabuhan, kawasan industri, dan permukiman di zona dataran rendah akan terus menghadapi gangguan berulang kecuali pengelolaan air bergeser dari ketergantungan pada air tanah. Pengamatan menyimpulkan bahwa subsiden di Semarang bukan fenomena sementara, melainkan kondisi sistemik yang memerlukan pemantauan berkelanjutan, penegakan regulasi, dan investasi infrastruktur jangka panjang.




 

Share:

← Previous Next →

Jika Anda menghadapi tantangan dalam air, limbah, atau energi, SUPRA siap mendukung. Tim kami membantu meningkatkan keandalan, memastikan kepatuhan, meningkatkan efisiensi, dan mengendalikan biaya. Bersama, kita menentukan fase layanan lifecycle yang paling sesuai untuk kebutuhan proyek Anda.