EN / ID
About Supra

Kekeringan dalam Satu Dekade Mendatang serta Implikasi bagi Ekonomi dan Industri Indonesia

Category: Air
Date: Sep 10th 2025
Kekeringan dalam Satu Dekade Mendatang serta Implikasi bagi Ekonomi dan Industri Indonesia

Sepuluh tahun ke depan, kekeringan akibat perubahan iklim berpotensi menjadi faktor struktural yang membentuk arah ekonomi dan industri Indonesia. Model iklim menunjukkan pola curah hujan yang makin tidak menentu, musim kering yang lebih panjang, serta penurunan tingkat resapan air tanah di Jawa, Sumatra, Sulawesi, dan Nusa Tenggara. Kondisi ini menandakan bahwa kekeringan bukan hanya persoalan pertanian, melainkan juga energi, industri, logistik, hingga perencanaan perkotaan.

Di sektor pertanian, berkurangnya ketersediaan air akan menekan produksi beras di Jawa dan Sumatra, sehingga ketergantungan pada impor dari Vietnam, Thailand, dan India berpotensi meningkat. Ketahanan pangan akan lebih rentan terhadap gejolak harga internasional. Biaya irigasi dan perlindungan tanaman juga naik, membuat beban terbesar jatuh pada petani kecil. Perusahaan agroindustri perlu menata ulang strategi pasokannya, mendiversifikasi jenis tanaman, dan menginvestasikan teknologi irigasi presisi

Di sektor energi, kekeringan akan mengganggu pembangkit listrik tenaga air, terutama di Sulawesi dan Sumatra yang selama ini menjadi penopang sistem kelistrikan regional. Debit sungai yang menurun akan menekan kapasitas produksi pada saat kebutuhan listrik justru memuncak. Hal ini memberi tekanan lebih besar pada pembangkit berbahan bakar fosil dan mempercepat kebutuhan investasi di energi terbarukan lain seperti surya dan angin yang tidak bergantung pada air. Industri padat energi, seperti peleburan logam, tekstil, dan kimia, kemungkinan menghadapi kenaikan biaya akibat penyesuaian sistem kelistrikan.

Kawasan perkotaan juga akan menghadapi tantangan baru sebagaimana permintaan air bersih akan terus meningkat, sementara pasokan air permukaan dan air tanah menurun. Kota-kota seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya sudah mengalami penurunan tanah akibat eksploitasi air tanah berlebih, dan kekeringan berkepanjangan akan memperparah risiko ini. Perusahaan daerah air minum (PDAM) akan dipaksa berinvestasi lebih besar pada sistem daur ulang air, desalinasi, dan program efisiensi. Skema kerja sama pemerintah dan swasta di bidang infrastruktur air akan semakin penting dalam perencanaan kota.

Bagi sektor industri, kompetisi untuk mendapatkan pasokan air yang terbatas akan meningkat dikarenakan pabrik makanan dan minuman, farmasi, serta elektronik membutuhkan air andal baik untuk produksi maupun pendinginan. Kekeringan akan menciptakan ketegangan antara kebutuhan industri, irigasi pertanian, dan konsumsi rumah tangga. Perusahaan yang belum menerapkan manajemen air berbasis siklus hidup akan menghadapi risiko operasional, sorotan reputasi, hingga risiko dikeluarkan dari rantai pasok global yang menuntut praktik pengelolaan air berkelanjutan.

Dampak finansial juga akan terasa signifikan dimana lembaga keuangan, asuransi, dan investor mulai memasukkan risiko kekeringan dalam penilaian mereka. Perusahaan yang tidak memiliki strategi adaptasi yang jelas akan menghadapi biaya pendanaan lebih tinggi dan akses modal yang lebih terbatas. Sebaliknya, perusahaan yang membangun strategi air yang tangguh akan dipandang lebih aman dan lebih menarik bagi investasi berkelanjutan. Aliran pembiayaan hijau untuk infrastruktur air diperkirakan melonjak tajam, bahkan bisa mencapai triliunan rupiah per tahun pada awal 2030-an.

Pada tingkat sosial, kekeringan berkepanjangan akan menguji ketahanan masyarakat dimana migrasi dari desa ke kota bisa semakin cepat ketika penghidupan berbasis pertanian menurun. Kelangkaan air berpotensi memicu konflik lokal dan menambah beban tata kelola di tingkat provinsi. Pemerintah kemungkinan akan memperkuat regulasi pemanfaatan air tanah, memperluas kapasitas penyimpanan air nasional, serta memasukkan agenda ketahanan air dalam perencanaan ekonomi jangka panjang.

Satu dekade mendatang akan menuntut perubahan cara pandang terhadap air. Air perlu ditempatkan sebagai sumber daya strategis, bukan sekadar kebutuhan operasional. Perusahaan harus bergerak dari pendekatan reaktif menuju perencanaan ketahanan jangka panjang dengan memasukkan efisiensi, daur ulang, dan diversifikasi sumber air dalam model bisnis mereka. Langkah ini tidak hanya mengurangi risiko, tetapi juga membuka peluang baru di pasar teknologi hemat air, solusi daur ulang, dan investasi infrastruktur.

Dengan demikian, kekeringan dalam sepuluh tahun ke depan berpotensi menjadi variabel utama dalam lanskap ekonomi dan industri Indonesia. Kemampuan perusahaan, investor, dan institusi pemerintah untuk merespons dengan strategi yang terencana dan terkoordinasi akan menentukan apakah kekeringan menjadi sumber ketidakstabilan atau justru momentum untuk mempercepat inovasi dalam pengelolaan air berkelanjutan.



Share:

← Previous Next →

Jika Anda menghadapi tantangan dalam air, limbah, atau energi, SUPRA siap mendukung. Tim kami membantu meningkatkan keandalan, memastikan kepatuhan, meningkatkan efisiensi, dan mengendalikan biaya. Bersama, kita menentukan fase layanan lifecycle yang paling sesuai untuk kebutuhan proyek Anda.